FEGY
SAPUTRA
SOFT
SKILL
UNI SHADUGUNA BUSINESS SCHOOLS
BAB I. PENDAHULUAN
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan
bernegara, bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Tujuan negara
dalam Pembukaan UUD 1945, “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah indonesia”. Adapun selain tujuan nasional juga tujuan internasional
(tujuan umum), “ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”.
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional
mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita
harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila.
Kalau dilihat dari pengertian paradigma, Paradigma adalah
asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu
sumber nilai), sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan
itu sendiri.
Jika ditemukan kelemahan-kelemahan pada teori yang telah ada,
maka ilmuan akan kembali pada asumsi-asumsi dasar serta asumsi teoritis
sehingga dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan kembali mengakaji
paradigma dari ilmu pengetahuan tersebut atau dengan kata lain ilmu pengetahuan
harus mengkaji dasar ontologis dari ilmu itu sendiri.
Jadi, Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional,
berartikan Pancasila merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta
penerapan dalam pembangunan nasional dan jika ditemukan kelemahan-kelemahan
pada teori yang telah ada tentang pembangunan nasional, maka ilmuan akan kembali
pada pengertian sila-sila itu sendiri.
Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi
(persekutuan hidup) manusia. Oleh karena itu negara dalam rangka mewujudkan
tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya
untuk kembali pada dasar hakikat-hakikat manusia “monoprulalis”.
Unsur-unsur hakikat manusia “monoprulalis” meliputi susunan kodrat manusia, rokhani (jiwa) dan
raga, sifat kodrat manusia makhluk individual
dan makhluk sosial serta kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa. Konsekuensinya dalam realisasi pembangunan nasional dalam
berbagai bidang untuk mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara
konsisten berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia tersebut.
Maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa (rokhani)
yang mencakup akal, rasa, dan kehendak, aspek raga (jasmani), aspek individu, aspek
sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan terhadap Tuhannya dengan cara
berpedoman pada pancasila.
BAB II. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis rumuskan
permasalahan yang ada agar permasalahan tersebut lebih terfokus terhadap tema
isi makalah ini. Adapun rumusan masalah tersebut sebagi berikut :
·
Bagaimana negara dapat mewujudkan
tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan harkat dan
mertabat manusia ?
·
Bagaimana negara bisa secara
konsisten mewujudkan peningkattan harkat dan martabat manusia?
·
Bagaimana pancasila dapat membantu
dalam mewujudkan pembangunan nasional?
·
Aspek apa saja yang perlu dibangun
dalam negara ?
BAB III. PEMBAGIAN
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada hakikatnya
merupakan hasil kreatifitas rokhani manusia. Unsur jiwa rokhani manusia
meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Rasa merupakan potensi rokhaniah
manusia dalam hubungan dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis,
kehendak dalam bidang moral (etika).
Tujuan yang essensial dari IPTEK adalah demi kesejahtraan
umat manusia, sehingga IPTEK tidak bebas nilai namun terikat nilai. Dalam
masalah ini Pancasila telah memberi dasar nilai-nilai bagi pengembangan IPTEK
demi kesejahtraan hidup umat manusia. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya
manusia harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Sila Ketuhanan yang Maha
Esa, mengkomplementsikan ilmu pengetahuan, mencipta, perimbangan antar
rasional dan irasional, antar akal, rasa, dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan
sekitarnya. Sila ini menempatkan manusia
di alam semasta bukan sebagai pusatnya melainkan sebagai bagian sistematik dari
alam yang diolahnya (T.Jacob, 1986).
Sila kemanusiaan yang
adil dan beradab, memeberikan daasar moralitas bahwa manusia dalam
mengembangkan IPTEK haruslah bersifat beradab. Pengembangan IPTEK harus
didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahtraan umat manusia. IPTEK bukan
untuk kesombongan, kecongkaan, keserakahan manusia namun harus diabaikan demi
peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila persatuan
Indonesia, mengkomplementasikan universalia
dan internasionalisme (kemanusian)
dalam sila lain. Pengembangan IPTEK diarahkan demi kesejahtraan umat manusia
termasuk di dalamnya kesejahtraan bangsa Indonesia. Pengembangan IPTEK
hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta
keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Sila kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis, artinya setiap ilmuan haruslah
memiliki kebebasan untuk mengembangkan
IPTEK. Selain itu dalam pengembangan IPTEK setiap ilmuan juga harus menghormati
dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka,
artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan
penemuan teori lain.
Sila keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan IPTEK
haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam hubungan kehidupan kemanusiaan
yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, menusia
dengan tuhannya, menusian dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa
dan negara serta manusia dengan alam lingkungan (T. Jacob,1986)
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM
Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu realisasi praksis
untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun pengembangan rinci dalam berbagai macam
bidang antara lain POLEKSOSBUD HANKAM.
Pembangunan yang merupakan realisasi praksis dalam negara
untuk mencapai tujuan seluruh warga harus mendasarkan pada hakikat menusia
sebagai subjek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Pembangunan hakikatnya
membangun manusia lengkap, secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat manusia
monopruralis, atau dengan lain perkataan membangun mertabat manusia.
v Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Politik
Kehidupam politik dalam negara harus benar-benar untuk
merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia. Dalam sistem politik
negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemenusiaan yang di dalam
istilah hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia. Hal ini sebagai
perwujudan hak atas mertabat kemanusiaan sehinga sistem politik negara harus
mampu menciptakan sistem yang menjamin atas hak-hak tersebut.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan
yang bersumber penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-makhluk sosial yang menjelma sebagai rakyat. Oleh kerena
itu kekuasaan negara harus berdasarkan kekuasaan rakyat bukannya kekuasaan
perseorangan atau kelompok. Selain itu sistem politik negara Pancasila memberi
dasar-dasar moralitas poitik negara. Telah diungkapkan oleh para pendiri negara
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), misalnya Drs. Moh. Hatta, menyatakan
bahwa “negara berdasarkan atas Ketuhanan
yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini
menurut Moh. Hatta agar memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak
berdasarkan kekuasaan, oleh karena itu dalam politik negara termasuk para elit
politik dan para penyelenggara negara untuk memegang budi pekerti kemanusiaan
serta memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dalam sila-sila pancasila tersusun atas urutan-urutan
sistematis, bahwa dalam politik negara harus memndasarkan pada kerakyatan (Sila
IV), adapun pengembangan dan aktualisasi politik negara berdasarkan moralitas
berturut-turut moral Ketuhanan (Sila I), moral Kemanusiaan (Sila II), dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas
sebagai suatu bangsa (Sila III). Adapun aktulitas dan pengembangan politik
negara demi tercapainya keadilan dalam hidup bersama (Sila V).
v Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Ekonomi
Dalam dunia ilmu ekonomi boleh dikatakan jarang ditemukan
pakar ekonomi yang mendasarkan pemikiran pengembangan ekonomi atas dasar
moralitas kemanusiaan dan Ketuhanan.
Perkembangan ilmu ekonomi pada akhir abad ke-18 menumbuhkan
ekonomi kapitalis. Atas dasar kenyataan objektif inilah maka di eropa pada awal
abad ke-19 muncullah pemikiran sebagai reaksi atas perkembangan ekonomi
tersebut yaitu sosialis kominisme yang memperjuangkan nasib kaum proletar yang
ditindas oleh kaum kapitalis. Oleh karena itu kiranya menjadi sangat penting
bahkan mendesak untuk dikembangkkan sistem ekonomi yang mendasar pada moralitas
humanistik, ekonomi yang berkemanusiaan.
Atas dasar kenyataan tersebut maka Mubyarto kemudian
mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistik yang
mendasarkan pada tujuan demi kesejahtraan rakyat secara luas. Pengembangan
ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan (Mubyarto,
1999). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi itu sendiri
adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi sejahtra.
v Pancasila Sebagai Paradigma Pengambangan Sosial Budaya
Dalam pembangunan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya
didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang
dimiliki oleh masyarakat tersebut. Proses reformasi dewasa ini sering kita
saksikan adanya stagnasi nilai sosial budaya dalam masyarakat sehingga tidak
mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai
macam gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk masa yang cenderung
anarkis.Dalam penembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita
harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai
yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika Pancasila pada
hakikatnya bersifat humanistik, artinya nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada
nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
berbudaya. Terdapat rumusan dalam silai kedua Pancasila, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dalam
rangka pengembangan sosial budaya, Pancasila
merupakan sumber normatif bagi peningkatan humanisasi dalam bidang sosial
budaya. Sebagai kerangka kesadaran Pancasila dapat merupakan dorongan untuk (1)
universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dari ketekaitan struktur, dan
(2) transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan
kebebasan spiritual (Koentowijoyo, 1986). Dengan demikian maka proses
humanisasi universal akan dehumanisasi serta aktualisasi nilai hanya demi
kepentingan kelompok sasial tertentu sehingga menciptakan sistem sosial budaya
yang beradab.
Dalam proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan
gejolak masyarakat yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan beradab. Hal ini
sebagai akibat pembenturan kepentingan politik demi kekuasaan sehingga
masyarakat sebagai elemen infrastruktur politik yang melakukan aksi sebagai
akibat akumulasi persoalan-persoalan politik. Demikian pula meningkatnya
fanatisme di berbagai daerah
mengakibatkan lumpuhnya keberadaan masyarakat.
v Pancasila Sebagai Paradigma Pembangan HANKAM
Demi tegaknya hak-hak warga negara maka diperlukan perturan perundang-undangan
negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka
melindungi hak-hak warganya. Keamanan merupakan syarat mutlak tercapainya
kesejahtraan warga negara. Adapun demi tegaknya integritas seluruh masyarakat
negara diperlukan suatu pertahanan negara.
Oleh karena itu
Pancasila sebagai dasar negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai
kemanusiaan monoprulalis maka pertahanan dan keamanan negara harus dikembalikan
pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok negara.
Pertahanan dan keamanan bukanlah untuk kekuasaan sebab kalau demikian sudah
dapat dipastikan akan melanggar hak asasi manusia.
Demikian pun pertahanan dan keamanan negara bukanlah hanya
untuk sekelompok warga ataupun kelompok politik tertentu, sehingga berakibat
negara menjadi totaliter dan otoriter. Pertahanan dan keamanan negara harus
mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahtraan hidup manusia sebagai
makhluk Tuhan yang Maha Esa (Sila I dan II). Pertahanan dan keamanan negara
haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga dalam seluruh warga
sebagai warga negara (Sila III). Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin
hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (Sila V).
Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental
bagi umat bangsa Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di
negeri Indonesia yang tercinta ini. Manusia adalah sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa, oleh karena itu manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan yang Maha
Esa dalam wilayah negara di mana mereka hidup. Namun demikian Tuhan menghendaki
untuk hidup saling menghormati, karena Tuhan menciptakan umat manusia dari laki-laki dan perempuan ini yang kemudian
berbangsa-bangsa, bergolongan-golongan, berkelompok-kelompok baik sosial,
politik, budaya, maupun etnis tidak lain untuk saling hidup damai yang
berkemanusiaan.
Dalam pengertian inilah maka negara menegaskan dalam pokok
pemikiran ke IV bahwa “ Negara
berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama
serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan lain perkataan menjamin atas demokrasi di bidang agama.
Setiap agama memiliki dasar-dasar ajaran-ajaran sesuai dengan kayakinan
masing-masing maka dalam pergaulan hidup negara kehidupan beragama berhubungan
antar pemeluk agama didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan yang beradab hal
ini berdasarkan pada nilai bahwa semua pemeluk agama adalah sebagai dari umat
manusia di dunia.
BAB IV. KESIMPULAN
v Pada hakikatnya Pancasila harus
merupakan sumber nilai, kerangka
pemikiran serta basis moralitas bagi pengembangan IPTEK.
v Pengambangan politik negara terutama
dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana
tertuang dalam sila-sila Pancasila sehingga, praktek-praktek politik yang
menghalalkan segala cara dengan memfitnah, memprovokasi menghasut rakyat yang
tidak berdosa untuk diadu domba harus segera diakhiri.
v Ekonomi harus mendasarkan pada
kemanusiaan yaitu demi kesejahtraan kemanusiaan, ekonomi untuk kesejahtraan
manusia sehingga kita harus menghindari diri dari pengembangan ekonomi yang
hanya mendasarkan pada persaingan bebas, monopoli dan lainnya yang menimbulkan
penderitaan pada manusia, menimbulkan penindasan atas manusia satu dengan
lainnya.
v Suatu tugas yang maha berat bagi
bengsa Indonesia pada pasca reformasi dewasa ini untuk mengembangkan aspek
sosial budaya dengan berdasarkan nilai-nilai Pancasila, yang secara lebih
terinci berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai Ketuhanan serta nilai
keberadaban.
v Pertahanan dan keamanan haruslah
diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat
(terwujudnya suatu keadilan sosial) agar
benar-benar negara diletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara
hukum dan bukannya suatu negara yang meradasarkan atas kekuasaan.
v Kehidupan beragama dalam negara
Indonesia dewasa ini harus dikembangkan
ke arah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling memnghargai
berdasarkan nilai kemanusiaan yang beradab.
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
Kaelan.
2008, Pendidikan Pancasila,
Paradigma, sleman yogyakarta.